Bagi bangsa Indonesia, pertempuran 10 November 1945 adalah peristiwa
heroik yang menentukan \"nasib\" eksis-tidaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Artinya, jika perlawanan Arek-Arek Suroboyo
yang \"menentang\" penjajahan kembali dari Pasukan NICA melalui
Pertempuran 10 November 1945 itu tidak ada, maka kemerdekaan yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bisa jadi tidak akan pernah ada.
\"Tapi,
pertempuran 10 November 1945 itu juga tidak akan pernah ada tanpa ada
Resolusi Jihad di kampung Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945,\" ucap
pemerhati sejarah Resolusi Jihad, Drs H Choirul Anam.
Mantan
Ketua PW GP Ansor Jawa Timur yang akrab disapa Cak Anam itu membuktikan
realitas sejarah tak tertulis tentang Resolusi Jihad di Surabaya itu
melalui penelusuran sejarah untuk menguak peran ulama NU dalam
menegakkan NKRI.
\"Saya beruntung masih bisa bertemu KH Wahab
Turchan (pendiri Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial NU \'Khadijah\'
Wonokromo, Surabaya) pada tahun 1990-an,\" tuturnya di sela sarasehan
\'Revitalisasi Resolusi Jihad NU\' di Surabaya (22/10).
Bahkan,
KH Wahab Turchan yang saat itu menjadi peserta pertemuan dari unsur
pemuda itu memberikan sejumlah dokumen tentang peserta pertemuan di
Jalan Bubutan, Surabaya, yang letaknya tidak jauh dari Tugu Pahlawan
Surabaya itu.
\"Ada KH Hasyim Asy\'ari dan KH Wahab Chasbullah
dari Markas Besar PBNU, KH Masykur dari Sabilillah, Zainal Arifin selalu
Panglima Hizbullah, dan sekitar 200-an ulama dari Jawa dan Madura yang
melakukan pertemuan di Bubutan pada 21-22 Oktober 1945,\" ungkapnya.
Mengutip
KH Wahab Turchan, ia menyebut KH Wahab Chasbullah merupakan pendiri
Sekolah Kebangsaan \'Nahdlatul Wathon\' di Surabaya dan Zainal Arifin
merupakan anggota DPR GR yang tertembak saat Shalat Idul Adha bersama
Bung Karno yang merupakan sasaran sebenarnya dari pelaku penembakan itu.
\"Pertemuan
ratusan ulama dari Jawa dan Madura itulah yang melahirkan Resolusi
Jihad yang menghasilkan keputusan penting bahwa hukum melawan penjajah
NICA adalah fardlu ain (kewajiban individu) dan mati dalam perlawanan
adalah syahid,\" tandasnya.
Cak Anam mengaku keputusan ratusan
ulama itulah yang ditulis oleh sebuah surat kabar pada zaman itu telah
mendorong 60 juta Muslim siap berjihad yang akhirnya dikenal dengan
Pertempuran 10 November 1945 yang kini diperingati sebagai Hari
Pahlawan.
Selain itu, ia juga menemukan bukti sejarah bahwa
Resolusi Jihad itu juga didasari oleh Fatwa Rais Akbar PBNU KH Hasyim
Asy\'ari pada beberapa hari sebelumnya yakni hukum melawan NICA itu
fardlu ain, mati dalam pertemuan melawan NICA adalah syahid, dan mereka
yang memecah belah persatuan itu wajib dibunuh.
\"Nah, peristiwa
sepenting itu tak tertulis dalam sejarah, mungkin saja hal itu karena
keikhlasan para ulama, tapi mungkin juga ada yang sengaja melakukan
distorsi sejarah untuk menonjolkan kepentingan pribadi,\" kilahnya.
Apalagi,
sejarah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 itu mengajarkan NKRI yang bukan
negara kapitalis, bukan negara komunis, dan bukan negara sosialis,
melainkan negara yang melindungi agama, suku, dan golongan melalui
Pancasila dan UUD 1945.
\"Rasanya, Resolusi Jihad itu mengajarkan
pentingnya keragaman dalam menegakkan NKRI dan pentingnya musyawarah
untuk membangun bangsa, karena keragaman dan musyawarah yang tertuang
dalam Pancasila itu khas Indonesia, bukan demokrasi ala kapitalis,\"
tegasnya.
Oleh karena itu, ia mendukung pandangan Wakil Ketua
Umum PBNU KH As\'ad Said Ali bahwa PBNU akan menyusun atau merumuskan
\"Resolusi Jihad II\" untuk mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga
tertinggi yang membawahi lembaga tinggi, seperti presiden dan DPR. Juga,
mendukung rencana Hari Pahlawan dipusatkan di Surabaya.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,48111-lang,id-c,nasional-t,Pertempuran+10+November
Pertempuran 10 November
06.21 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar